Bantuan ke Libya Berdatangan, KBRI Pastikan Tak Ada WNI Jadi Korban

INTREND.ID – Program Pangan Dunia (WFP) telah mengirimkan bantuan pangan tahap pertama di Libya setelah banjir dahsyat yang menewaskan ribuan orang dan menyebabkan lebih dari 10.000 orang terluka atau hilang.
WFP siap siaga saat skala bencana kemanusiaan semakin meluas dengan memberikan bantuan kepada ratusan keluarga di Benghazi yang bersiap untuk menjangkau 5.000 orang.
Dalam keterangan tertulis di laman resminya, 13 September 2023, WFP menyatakan beberapa hari ke depan akan menargetkan untuk menjangkau lebih dari 5.000 keluarga yang kehidupannya berubah drastis ketika dua bendungan di dekat kota pelabuhan Derna jebol setelah dihantam Badai Daniel pada akhir pekan lalu.
Seluruh lingkungan di Derna lenyap, bersama dengan penghuninya, tersapu oleh air setelah dua bangunan yang sudah tua itu runtuh, menciptakan situasi bencana yang tidak terkendali.
Derna merupakan kota yang paling parah terkena dampaknya, sementara Albayda, Almarj, Benghazi, Bayada, Al Owailia, Taknes (AlJabal Al Akhdar), Talmeitha, Tobruk, Toukra, Shahhat, dan Sousa juga terkena dampaknya.
Pada hari Selasa, 12 September 2023, WFP memulai responsnya dengan mitra kerja sama LibAid, mendistribusikan ransum – termasuk gula, pasta, beras, tepung terigu, pasta tomat, kacang putih, dan minyak goreng – kepada ratusan keluarga di 16 lokasi di Benghazi.
Lebih dari 2.000 orang yang terdampak badai dan mengungsi dari Derna ke Benghazi telah menerima bantuan makanan dan distribusi masih terus berlangsung.
WFP telah membantu lebih dari 52.000 orang dengan bantuan makanan dan uang tunai di Libya, termasuk para pengungsi internal, pengungsi yang kembali, dan para migran di daerah perkotaan.
Sebagai badan yang berada di garis depan dalam menanggapi keadaan darurat yang disebabkan oleh konflik, guncangan iklim, pandemi, dan bencana lainnya, WFP saat ini menangani krisis yang sedang berlangsung di sekitar 20 negara atau wilayah.
Setiap hari WFP memiliki 6.500 truk, 20 kapal, dan 140 pesawat yang bergerak untuk mengantarkan makanan dan bantuan lainnya ke beberapa bagian dunia yang paling terpencil dan menantang.
Gambaran Citra Satelit Kerusakan Akibat Banjir Libya
Citra satelit dari sebelum dan sesudah banjir menggambarkan bencana tersebut: Apa yang dulunya merupakan lapangan bermain, lahan pertanian, sekolah, jalan-jalan di pinggiran kota, dan kuburan kini hancur atau tertutup lumpur cokelat.
Derna, sebuah kota berpenduduk sekitar 100.000 orang di pantai utara Libya, menghadapi kehancuran terburuk ketika dua bendungan jebol minggu ini akibat curah hujan yang tinggi yang disebabkan oleh badai Mediterania, Badai Daniel.
Hal ini menyebabkan Sungai Wadi Derna membengkak hingga beberapa kali lipat dari tingkat normalnya dan menyebabkan kota tersebut menghadapi gelombang setinggi 23 kaki.
Badai tersebut menyebabkan runtuhnya dua bendungan, yang menyebabkan meluapnya jutaan meter kubik air. Infrastruktur penting yang dibangun pada tahun 1970-an ini belum pernah dirawat sejak tahun 2002.
Kota Derna mengalami kerusakan parah, dengan seluruh lingkungan musnah dan kerusakan parah pada fasilitas kesehatan dan pasokan air.
Rasa takut dan panik yang melanda masyarakat di sana diungkapkan oleh seorang warga dalam sebuah wawancara dengan sebuah media lokal. Dia ingat mendengar suara keras sekitar pukul 2 pagi:
“Kami tahu bahwa bendungan itu meledak, dan dalam waktu satu jam, air dalam jumlah besar – setinggi sekitar enam meter – tiba, menghancurkan distrik utama kota.”
Otoritas Jalan dan Jembatan memperkirakan jaringan jalan yang runtuh di kota Derna sepanjang 30 kilometer dan mengkonfirmasi runtuhnya 5 jembatan.
Derna adalah ibu kota distrik Derna yang lebih luas dan dikenal dengan distrik medina yang bersejarah, dengan beberapa masjid terkenal, sinagoge dan gereja Katolik.
Seorang pejabat setempat memperkirakan bahwa seperempat dari seluruh kota kini hilang. Ribuan orang mulai dimakamkan massal dan secara bersamaan.
Runtuhnya bendungan di Wadi Derna telah ditandai sebagai potensi risiko oleh para akademisi tahun lalu.
Sebuah studi dari Jurnal Ilmu Murni dan Terapan Universitas Sebha memperingatkan bahwa banjir bandang dapat menjadi bencana bagi daerah tersebut.
Laporan tersebut menyerukan tindakan “segera” dari pihak berwenang, menurut Kantor Berita Libya, termasuk pemeliharaan bendungan secara berkala.
Para peneliti secara akurat memprediksi bahwa rumah-rumah dapat rusak atau hancur jika terjadi banjir.
Tak Ada Korban WNI di Libya
Kementerian Luar Negeri atau Kemenlu RI memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) menjadi korban bencana banjir yang melanda Libya timur.
Berdasarkan data pemerintah Libya per 12 September 2023, banjir besar yang melanda sejumlah kota di antaranya Benghazi, Sousse, Al Bayda, Al-Marj, and Derna itu sudah merenggut 2.000 jiwa.
“KBRI Tripoli terus memantau perkembangan di lapangan, dan telah mengeluarkan imbauan melalui jejaring masyarakat agar WNI di wilayah tersebut meningkatkan kewaspadaan dan terus memantau prakiraan cuaca melalui media resmi pemerintah Libya,” kata Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, melalui pesan singkat, Selasa kemarin.
Menanggapi situasi tersebut, pemerintah Libya telah menetapkan status siaga/darurat, sedangkan operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung.
KBRI Tripoli telah berkomunikasi dengan otoritas di Libya timur dan komunitas Indonesia.
Sebagian besar WNI di Libya, yang berdasarkan data KBRI Tripoli berjumlah 282 orang, bertempat tinggal di Libya bagian barat.
Dalam keadaan darurat, WNI di seluruh Libya dapat menghubungi Hotline KBRI Tripoli 24 jam dengan nomor +218 94 481 5608. ***