Resbob dan Ujaran Kebencian

Intrend.id – Apa jadinya kalau live streaming Resbob yang niatnya cari atensi justru berubah jadi tiket menuju ruang tahanan karena ujaran kebencian? Itulah yang kini dialami seorang konten kreator bernama Muhammad Adimas Firdaus Nasihan (MAF) alias Resbob. Sosok yang awalnya dikenal aktif di media sosial itu mendadak jadi sorotan nasional setelah videonya viral karena melontarkan ujaran kebencian terhadap suku Sunda dan suporter Persib Bandung, Viking.
Kasus yang menjerat Resbob ini bukan sekadar drama dunia maya. Ia menjelma menjadi pengingat keras bahwa media sosial bukan ruang bebas tanpa batas, dan setiap ucapan—apalagi bernada rasis—punya konsekuensi hukum yang nyata.
Viral dari Dalam Mobil
Kisah ini bermula pada 10 Desember 2025. Sebuah video live streaming mendadak menyebar luas di berbagai platform media sosial. Dalam video itu, Resbob terlihat sedang berada di dalam mobil, menyetir sambil live di akun media sosialnya. Suasana awal terlihat santai. Namun segalanya berubah ketika ia melontarkan kalimat yang langsung menyulut emosi publik.
Dalam kondisi live, Resbob terdengar mengucapkan kata-kata kasar yang menyasar Viking, kelompok suporter Persib Bandung. Tak berhenti di situ, hinaan itu melebar menjadi ujaran kebencian terhadap suku Sunda secara umum.
“Pokoknya semua Sunda an***g,” ucap Resbob lantang.
Seorang temannya yang duduk di sampingnya sempat mencoba mengingatkan. “Woi, jangan bilang gitu, Bob.”
Namun peringatan itu justru dibalas dengan sikap menantang. “Jangan bilang gitu? Kenapa emang?” jawab Resbob santai, seolah tak menyadari dampak dari ucapannya.
Potongan video itu kemudian tersebar cepat. Dalam hitungan jam, kolom komentar dipenuhi kecaman. Amarah publik, khususnya masyarakat Sunda, tak terbendung.
Amarah Publik dan Ledakan Reaksi
Bagi masyarakat Sunda, ucapan Resbob bukan sekadar bercandaan. Ia dianggap merendahkan martabat suku, melukai harga diri kolektif, dan memperkuat stigma yang tak pantas. Reaksi keras pun bermunculan dari berbagai kalangan—tokoh masyarakat, budayawan, hingga figur publik.
Salah satu respons paling keras datang dari Kang Sule, komedian senior asal Jawa Barat. Dalam sebuah video, Kang Sule menyampaikan kemarahannya dengan bahasa lugas dan penuh emosi.
Ia menegaskan bahwa ucapan Resbob adalah bentuk rasisme yang tidak bisa ditoleransi. Kang Sule bahkan menyebut bahwa kata-kata Resbob jauh lebih “najis” daripada apa yang ia ucapkan, seraya mengingatkan bahwa hewan pun masih punya etika. “Anjing itu najis liurnya tapi anjing masih setia dan dia masih punya etika hewan. Tapi mulut Anda lebih najis daripada anjing itu.”
Pernyataan itu viral dan menjadi representasi kemarahan masyarakat Sunda yang merasa dilecehkan.
Klarifikasi: “Tangga untuk Bertobat”
Di tengah gelombang kecaman, Resbob akhirnya muncul dengan video klarifikasi. Video itu diberi judul “Tangga untuk Bertobat”, seolah ingin menunjukkan penyesalan mendalam.
Dalam klarifikasinya, Resbob mengaku tidak sadar telah melontarkan ujaran kebencian. Ia berdalih bahwa saat kejadian, dirinya berada di bawah pengaruh minuman keras.
Ia menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Sunda dan mengklaim tidak pernah memiliki kebencian terhadap suku mana pun. Namun klarifikasi itu justru menuai respons dingin. Banyak pihak menilai permintaan maaf tersebut terlambat dan terkesan defensif.
Bagi publik, alkohol bukan alasan pembenar untuk rasisme. “Saya menyampaikan klarifikasi bahwa sungguh dan sesungguh-sungguhnya saya masih tidak percaya sedikit pun hal itu, ucapan itu keluar dari mulut saya. Hal itu mustahil dan tidak masuk akal sama sekali bagi saya mengucapkan hal itu, apalagi terkait dengan suku Sunda,” kata Resbob dalam video klarifikasi yang diunggah di Instagram, dikutip Kamis 11 Desember 2025.
Polisi Bergerak, Resbob Kabur
Tak butuh waktu lama bagi aparat untuk bertindak mengejar Resbob. Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Barat menerima sejumlah laporan dari berbagai pihak, termasuk Viking Pusat dan Rumah Aliansi Sunda Ngahiji.
Begitu laporan diterima, polisi langsung melakukan pelacakan. Namun Resbob rupanya menyadari dirinya diburu. Ia berpindah-pindah kota demi menghindari kejaran aparat. Dari Surabaya, lalu ke Surakarta, hingga akhirnya bersembunyi di sebuah desa di Semarang, Jawa Tengah.
Bahkan, demi mengelabui polisi, Resbob sempat menitipkan ponselnya kepada sang pacar di Surabaya, berharap jejak digitalnya terputus.
Namun upaya itu gagal.
Ditangkap di Persembunyian
Pada Senin, 15 Desember 2025, polisi akhirnya berhasil menangkap Resbob di sebuah desa di wilayah Semarang. Penangkapan dilakukan tanpa perlawanan.
Direktur Ditressiber Polda Jawa Barat, Kombes Pol Resza Ramadianshah, mengungkapkan bahwa tersangka sempat bersembunyi dan berpindah-pindah lokasi. Setelah ditangkap, Resbob langsung diamankan dan dibawa ke Polda Jawa Barat untuk pemeriksaan lanjutan.
“Kita berhasil menangkap tersangka atas nama MAF alias Daus alias Resbob yang kita ketahui minggu lalu cukup membuat gaduh di media sosial. Yang mana ada konten videonya pada saat streamer di YouTube itu mengucapkan menyudutkan atau menghina salah satu suku yang ada di Indonesia. Ini kita sudah melakukan pencarian mulai dari hari Jumat 12 Desember 2025 kemarin sejak ada pelaporan yang bersangkutan ini kebetulan berpindah-pindah kota,” kata Kombes Pol Resza.
Resbob dijerat Pasal 28 ayat (2) UU ITE, yang mengatur larangan penyebaran informasi elektronik yang mengandung ujaran kebencian berdasarkan suku, ras, dan etnis. Ancaman hukumannya tak main-main: hingga 6 tahun penjara.
“Setiap orang yang mendistribusikan atau mentransmisikan informasi elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, mempengaruhi orang sehingga menimbulkan rasa kebencian, permusuhan individu, kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, termasuk suku.”
Dalam kasus ini, polisi juga mengungkap bahwa Resbob tidak bertindak sendirian. Ada dua orang lain yang turut membantu proses pembuatan video dan kini masih dalam pemeriksaan intensif.
Mahasiswa yang Kehilangan Status
Fakta lain yang mencuat dalam kasus ini adalah Resbob ternyata merupakan mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Menanggapi kasus ini, pihak kampus bergerak cepat.
Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Nugrahini Susantinah, menyampaikan sikap resmi. Kampus menyatakan mengecam keras segala bentuk diskriminasi dan ujaran kebencian.
Setelah melalui pemeriksaan internal dan rapat rektorat, kampus memutuskan menjatuhkan sanksi tegas: Resbob resmi dikeluarkan (DO) sebagai mahasiswa berdasarkan keputusan Rektor tertanggal 14 Desember 2025.
“Sehubungan dengan kasus ini, Universitas Wijaya Kusuma Surabaya telah melakukan proses pemeriksaan internal secara menyeluruh objektif dan berlandaskan Peraturan Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya Nomor 170 Tahun 2023 tentang kode etik dan tata pergaulan mahasiswa di kampus Universitas Wijaya Kusuma Surabaya serta hasil rekomendasi dari Komisi Pertimbangan Etik Mahasiswa pada hari Minggu, 14 Desember 2025. Berdasarkan rapat rektorat Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dengan memperhatikan rekomendasi Komisi Pertimbangan Etik Mahasiswa dan demi menjaga integritas institusi serta nilai-nilai kebangsaan yang kami junjung tinggi, Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya memutuskan untuk menjatuhkan sanksi kepada Muhammad Adimas Firdaus Putra Nasihan NPM 24520017 berupa pencabutan status sebagai mahasiswa Universitas Wijaya Kusuma Surabaya atau DO berdasarkan keputusan Rektor Universitas Wijaya Kusuma Surabaya nomor 324 tahun 2025 sejak ditetapkan keputusan Rektor tanggal 14 Desember 2025. Keputusan ini merupakan tanggung jawab moral dan institusional kami sebagai bentuk penegakan kode etik dalam menjaga lingkungan akademik yang beradab, aman, dan menghormati keberagaman,” kata Nugrahini Susantinah dalam keterangan resmi, Senin 15 Desember 2025.
Keputusan itu diambil demi menjaga integritas institusi dan menegakkan nilai kebangsaan, toleransi, serta penghormatan terhadap keberagaman.
Penyesalan yang Datang Terlambat
Usai ditangkap, Resbob hanya mampu mengucapkan kalimat singkat: “Saya menyesali perbuatan saya.”
Namun bagi banyak orang, penyesalan itu datang terlambat. Kasus ini telanjur menjadi luka kolektif dan pelajaran publik tentang bahaya ujaran kebencian.
Pelajaran Mahal dari Media Sosial
Kasus Resbob menjadi cermin keras bagi siapa pun yang aktif di media sosial. Popularitas instan, live streaming tanpa filter, dan dorongan viral sering kali membuat orang lupa batas.
Pepatah lama kembali relevan: “Mulutmu adalah harimaumu.”
Di era digital, pepatah itu bisa diperluas: “Kontenmu adalah masa depanmu.” Sekali tersebar, jejak digital tak bisa ditarik kembali.
Indonesia adalah negara hukum dan negara yang berdiri di atas keberagaman suku agama ras dan antargolongan (SARA). Menghina suku, ras, dan golongan bukan hanya melukai perasaan, tapi juga melanggar hukum.
Kasus ini pun menjadi pengingat bahwa kebebasan berekspresi tidak pernah berarti kebebasan menghina. Bijak berbicara, bijak bersikap, dan sadar bahwa satu kalimat bisa menghancurkan segalanya—karier, pendidikan, bahkan kebebasan.
Dan bagi Resbob, satu live streaming telah mengubah hidupnya selamanya. (*)






